Kamis, 24 Maret 2011

Angin

Angin,

terlampau sering mungkin. lirih aku membisik padamu

tentang kisah yang harap kau tak jenuh

seperti detik ini

aq masih termangu dalam rindu yang beranjak kelabu

sejak dentuman hujan hingga denting kemarau

tersekat ruas keputusasaan

angin,

jejak ini mengeluh lelah membayang sepanjang langkah

meronta menyeret asa yang membelah

jejak ini terluka. peluh dan keluh menetas, gersang.

memendam hampa buta akan arah



tergolek lemah di beranda dunia...



"OSN" 15 Maret 2011

Tuhan! Ampuni sunyi ini

~Pada sunyi di ulu hati ~

Kemarin,
Sebilah belati menikam sunyi,pada satu sisi yg teramat sepi.
Lukanya yg buncah menanah jd air mata
Tapi ia tak berdarah.

Aq senang,
kupikir habis kisah tentang sunyi, krn ia telah mati.
Mati tertikam belati.
Bodoh,
sunyi bersekongkol dgn hari,
ia mati kemarin dan skrg hadir kmbli.
Sunyi berdetik pd jam dinding
Buatnya mendentum di rongga telinga

Sunyi terseret pada tapak kaki
Sunyi memantul pada cermin
Sunyi membyang pada lmpu sorot
Sunyi menyeringai pada hati
Sunyi mengepung hari.
Kali ini urat nadi!

Tuhan! Ampuni sunyi ini.(Sn)

Ditelan Hilang

Ditelan Hilang
(230311)

~Kepada jemari yang selalu kugenggam~
Kehilangan yang berulang membuatku benci perpisahan
Jangan bcrakan pada awan,
jengah aq menerawang.

Awan telah menguap jadi hujan di celah mataku.
Tanpa menyisakan temu, barang seujung kuku.
Tetes peluh tak berbilang, hentakan keluh sering menyelang.
Jikalau kau sebut ini adalah duka,aq tegaskan sungguh ini nestapa.
Jika kau sangka ini drita, aq yakinkan inilah nelangsa!

Air mata membuatku buta akan sisi dmana kau tlah tiada.
Bertahun kugenggam jmarimu, pd akhrny kw yg lbh dlu mlpasq.
D tpi nisan&ddaun kmboja, khturkn krangan harap yang tgal spertiga.


SN

Menyoal Mahalnya Biaya Pendidikan

World Class University menjadi wacana yang terus bergulir di tengah praktisi pendidikan khususnya. Perguruan-perguruan tinggi mencoba berlari untuk mengejar status universitas berstandar internasional, terlebih melihat kualitas pendidikan di tengah-tengah persaingan global, tentu prestasi yang diraih PT di Indonesia belumlah membanggakan.

Banyaknya peminat mancanegara, paper internasional, kualitas dosen maupun mahasiswa, atau sarana prasarana menjadi beberapa kriteria PT yang layak menyandang status PT berstandar internasional. Kriteria ini digunakan Webometrics ataupun Dikti. Demi meningkatkan prestasi perguruan tinggi Indonesia di tengah pergulatan dunia, melalui program World Class University, pemerintah mengambil kebijakan otonomi kampus. Kebijakan ini menuntut perguruan tinggi berdiri secara mandiri.

Tentu saja kebijakan otonomi kampus tidak kosong dari resiko. Dampak yang terjadi sangatlah luas, membengkaknya biaya pendidikan yang dibebankan terhadap mahasiswa menjadi dampak yang sangat kentara. Ironisnya, rasio sarjana di Indonesia masih dibawah 4% dari penduduk Indonesia. Meski demikian, ternyata PT pun tidak memberikan masa depan yang menanjanjikan. Tercatat pengangguran-pengangguran intelektual berjumlah 1.142.751 orang pada tahun 2010 (http://bataviase.co.id). Hal ini menunjukkan masih rendahnya kualitas pendidikan Indonesia sehingga tidak mampu mencetak generasi yang memiliki skill maupun soft skill yang cemerlang. Biaya yang membengkak bisa jadi menambah jumlah siswa yang tidak mampu melanjutkan ke tingkat PT.

Sangatlah terlihat bahwa perdagangan telah masuk ke ranah Pendidikan. Sekedar meraih peringkat standar internasional pada akhirnya menentang hukum negri sendiri yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Ataukah memang keberadaan hukum negara dalam pendidikan ini bukanlah hukum baku yang menjadi acuan?

Euforia tahun ajaran baru mulai bergema. Dimeriahkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 34 Tahun 2010 tentang Pola Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Pola penerimaan mahasiswa baru program sarjana pada perguruan tinggi melalui pola seleksi secara nasional dilakukan oleh seluruh perguruan tinggi secara bersama untuk diikuti calon mahasiswa dari seluruh Indonesia. Hal ini berarti, seluruh calon mahasiswa yang akan masuk PT harus mengikuti seleksi SNMPTN. Meskipun yang memilih jalur Ujian Mandiri. Biaya yang dikenakan sebesar Rp 150.000 bagi IPA/IPS dan Rp 175.000 bagi IPC. Apabila ada mahasiswa yang tidak lulus SNMPTN maka bisa menggunakan jalur Mandiri sesuai keputusan universitas masing-masing dengan membayar uang pendaftaran berbeda, rata-rata mencapai Rp 350.000. Hal ini artinya mahasiswa tersebut sebelumnya wajib mengikuti SNMPTN.

Biaya pendaftaran hanyalah biaya awal yang harus ditanggung oleh calon mahasiswa. Salah satu universitas terkemuka di Indonesia 100% mengambil jalur SNMPTN sebagai jalur penjaringan masuk mahasiswa baru. Nampaknya seperti tidak ada masalah dalam penjaringan ini, tapi tentu apabila melihat lebih jauh, setiap orang akan tercengang dengan biaya yang harus dibayar oleh mahasiswa saat awal masuk perkuliahan yaitu sebesar 55 juta rupiah. Biaya semester yang harus dibayarkan sebesar 5 juta rupiah. Terhitung sampai lulus kuliah dengan asumsi lulus tepat waktu, seorang mahasiswa harus mengeluarkan dana 108 juta rupiah. Tentu saja ini suatu hal yang teramat mencengangkan. SNMPTN merupakan jalur harapan, karena biaya yang dibebankan relatif lebih rendah. Tahun 2010, mahasiswa bisa mengenyam bangku perkuliahan dengan uang berbilang kurang dari 10 juta melalui jalur SNMPTN. Tapi tahun ini SNMPTN menjadi tidak ada bedanya dengan jalur masuk lainnya yang jelas-jelas akan mempertontonkan pertarungan uang bukan sekedar kecerdasan. Lalu, bagaimanakah nasib rakyat yang mendambakan pendidikan tinggi tetapi tidak mampu mengakses karena biaya yang melangit?

Permasalahan pendidikan merupakan permaslahan cabang dari keberadaan sistem yang mengatur negara. Kapitalisme sebagai asas tunggal penegak Sistem di Indonesia telah menempatkan ilmu pengetahuan dan pendidikan sebagai komoditas perdagangan. Rector sebuah universitas mengatakan bahwa "Jadi bagi mereka yang mampu, ya bayar lebih tinggi. Jadi nanti akan ada kesediaan membayar lebih," ujarnya. (detiknews.com). begitulah, saat ini pendidikan digiring untuk bersifat pragmatis. Berorientasi terhadap materi, sehingga ada perguruan tinggi yang jelas-jelas memiliki misi Entrepreurial University

Hal ini sangatlah bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Islam menempatkan ilmu pengetahuan di tempat yang teramat mulia. Menjadikan ilmu sebagai sebuah komoditas belaka berarti sama saja dengan menghina ilmu tersebut. Allah telah menempatkan ilmu di tempat yang mulia.

”Allah meninggikan drajat orang-orang yang berilmu” (Al-mujadilah:11)

Selain itu pula, lepas tanganya pemerintah terhadap pendidikan menjadi sebuah kekeliruan yang sangat mendasar. Ini bertentangan dengan sabda Rasulullah Saw : ”Imam adalah ibarat pengembala dan dialah yang akan bertanggung jawab terhadap gambalaannya” (HR Muslim). Dan juga hadits yang artinya : ”Pemimpin manusia adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya” (HR Muslim).

Menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan sistem pendidikan yang berkualitas. Mencakup kualitas dan segala sarana prasarana. Dewasa ini, keterbatasan dana menjadi senjata ampuh untuk berkelit. Padahal menurut Prof. Dr. Fahmi Amhar, jikalau saja Indonesia mengelola sumber daya alam hutan secara mandiri. Setiap tahun mampu menghasilkan 2 triliyun rupiah. Penghasilan ini sudah mampu menutupi hutang yang banyak menyedot jatah bidang lain. Sayangnya saat ini kapitalisme pun telah membungkan ekonomi untuk menyerahkan aset negara kepada swasta. Sehingga berdampak pula terhadap pembiyaan pendidikan.

Untuk itulah sejatinya pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah, bukanlah diserahkan pada otonomi kampus. Tentu saja hal ini menjadi wajar terjadi, karena sistem saat ini menjadikan pendidikan asset perdagangan. Allah telah menciptakan pengaturan yang sempurna bagi manusia. Tentu saja sistem pendidikan dan ekonomi telah diatur sedemikian rupa dalam Islam. Pengaturan tersebut pernah selama 1300 tahun diterapkan di muka bumi. Selama 1300 tahun tersebut sistem Islam mampu menjadi mercusuar dunia.

Tidak ada yang menginginkan angka putus sekolah bertambah akibat mahalnya biaya pendidikan. Solusi yang tepat adalah mencabut akar permasalahan yaitu diterapkannya sistem yang sangat menyengsarakan rakyat. Kemudian menggantinya dengan sistem yang telah Allah tetapkan bagi manusia. Hal ini tidak bisa terjadi jikalau tidak ada kebersatuan misi dari seluruh elemen, bukan hanya praktisi pendidikan tapi pemerintah dan masyarakat harus turut andil mengambil langkah tersebut. Untuk mengembalikan sistem kehidupan kepada Islam yang telah ditetapkan oleh Sang Maha Kuasa.



Oleh.

Nijmah Nurlaili
(Aktif bergiat di Forum Cinta Baca Bandung)
Jl. Gegerkalong Girang Bandung
Jawa Barat

Subsidi BBM untuk Rakyat

Wacana penarikan subsidi kembali bergulir. Pemerintah merencanakan pada bulan April mendatang, subsidi BBM akan dikurangi. Pengurangan subsidi ini sejalan dengan UU Migas No.22/2001 pasal 9. Pemerintah akan menyerahkan pengelolaan migas mulai dari hulu sampai hilir kepada swasta. Pencabutan subsidi ini tentu saja akan menjadikan harga BBM melambung tinggi, yaitu sesuai dengan harga BBM di pasar dunia. Rencana pengurangan subsidi BBM bulan April nanti, tentu saja akan memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian, khususnya ekonomi rakyat kecil.
Pemerintah menggunakan kata-kata yang telah diracik sedemikian mungkin untuk menenangkan gejolak yang akan timbul di masyarakat. Pasalnya, BBM adalah bahan pokok yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat
.“Dengan menggunakan BBM Non Subsidi. Kita telah menghemat APBN Rp 88,9 triliun…” inilah kata-kata yang digunakan untuk “membungahkan” hati rakyat. Hal ini dilakukan agar rakyat sesantiasa menurut dengan apa yang telah ditetapkan, sekalipun pada kenyataannya sangat menyengsarakan. Selain itu pula, niat pemerintah untuk mengahapuskan subsidi BBM tidak akan pernah surut. Niat ini akan terus dijalankan sampai BBM benar-benar non subsidi. Tentu saja untuk menghindari amukan rakyat, pemerintah melakukannya secara perlahan. Dalam tulisan Kwik Kian Gie Tidak ada subsidi BBM ! Itu penipuan massal untuk menguras uang Rakyat. Menunjukkan laba yang diperoleh pemerintah atas harga BBM ini.
Terlepas dari itu semua, rakyat kecil tidak pernah tau yang terjadi di atas sana. Segala hal yang dipertontonkan media pun entah bisa dipercaya atau tidak. Apapun alasan yang diberikan oleh pemerintah dan seakurat apapapun perhitungan pengamat ekonomi ternama , hal itu tidak akan melepaskan beban yang pada akhirnya harus ditanggung oleh rakyat kecil. Pencabutan subsidi BBM atau kenaikan BBM akan memberi dampak yang luar biasa pada rakyat. Naiknya biaya produksi tidak akan terelakkan. Dan tentu saja biaya tersebut pada akhirnya dibebankan terhadap konsumen. Biaya transportasi pun akan meningkat tajam. Baik itu darat, laut maupun udara. Ini pun memicu naiknya harga barang, terlebih yang sangat memprihatinkan adalah kenaikan harga barang-barang pokok. Padahal, saat ini sebelum dicabut pun, tidak semua rakyat hidup layak dan mampu membeli makanan pokok.
Menurut menteri perekonomian Hatta Rajasa. Masih ada 31,9juta rakyat hidup di bawah garis kemiskinan. Angka ini bukanlah angka yang sedikit. Dan ini menjadi tanggung jawab pemerintah dalam mengurusi rakyatnya.
Jikalau subsidi dicabut, tentu bisa pula menyebabkan bertambahnya rakyat miskin di Indonesia dikarenakan biaya hidup yang semakin melangit.
Keberadaan pemerintah memanglah untuk mengurusi rakyat, mengedepankan kepentingan rakyat dan menyejahterakan rakyat. Tidak ada satu pun rakyat yang mau hidupnya menderita. Dan tentu saja rakyat akan menjerit apabila harga BBM melambung tinggi. Tetapi, meski rakyat menjerit dengan naeknya harga-harga. Pemerintah nyatanya tidak mengurungkan rencana tersebut.
Sangat terlihat, bagaimana sesungguhnya pemerintah Indonesia saat ini memposisikan rakyatnya. Pemerintah menjadikan rakyat sebagai konsumen dan dirinya sebagai produsen. Karena ternyata, dari BBM saja, pemerintah menjadikan itu sebagai ladang bisnis mencari laba.
Tidak semua minyak yang terkandung dimiliki Indonesia seutuhnya. Perusahaan-perusahaan swasta ikut ambil bagian. Padahal keuntungan yang didaptakan masuk ke kantong segelintir orang saja. Sayangnya, keadaan ini terus dibiarkan karena dipayungi oleh UU Migas. Inilah yang terjadi ketika hukum bisa diperjualbelikan dan diubah sekehendak hati. Jargon “Kedaulatan di Tangan Rakyat” hanyalah kata-kata tanpa realisasi. Kenyataannya rakyatlah yang menjadi korban.
Kesejahteraan yang hakiki tidak akan pernah bisa diraih dalam sistem saat ini. Sistem yang tidak memiliki aturan baku dalam menetapkan hukum yang menjadi acuan bagi rakyatnya. Sehingga bisa diubah sekehendak hati. Dan dijadikan paying hukum untuk kepentingan segelintir orang.
Islam sebagai sebuah idiologi, sejak 1300 tahun lalu sudah menwarkan solusi tuntas permasalkahan umat. Termasuk di dalamnya tenatng kesejahteraan rakyat. BBM merupakan barang yang haram apabila dimiliki sekelompok orang. BBM termasuk dalam kepemilikan umum.
Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api (HR Abu Dawud)
BBM termasuk ke dalam kepemilikan umum. Pemerintah hanya berperan sebagai pengolah dan mengatur distribusi. Privatisasi BBM adalah haram dalam Islam. Tentu saja ini adalah hukum baku yang berasal dari Allah SWT. Kebakuan hukum ini tidak bisa diubah. Karena berasal dari Sang Maha Pencipta. Hal ini sangat berbeda jauh dengan sistem yang ada saat ini. Tentu saja apabila menginginkan kesejahteraan hakiki yang membawa Ridho dari Sang Pencipta, haruslah menerapkan hukum baku yaitu Islam dalam seluruh bidang kehidupan termasuk ekonomi.

Nijmah Nurlaili
(Aktif bergiat di Forum Cinta Baca Bandung)
Jl. Gegerkalong Girang Bandung
Jawa Barat

Minggu, 13 Maret 2011

Ah, Aku Nanar








Petir menyambar hati yang tak lagi tegar,


kau di depanku lebih dari sekedar hambar


kemudian langit meminjam satu tamparan kasar


kau sepenuhnya tau,


luka yang kelana adalah rindu yang samar


bahkan kau mengerti,


arti hilangnya segala memoar





ah, aku Nanar...

Gempur Media!



"Gempur media!" seru dosen Penulisan Opini kala itu. Aku setuju. Media perlu digempur dengan kebenaran. Penggempurnya adalah manusia pilihan, bukan sembarangan."Aku percaya, kaulah orangnya!" ujarnya. Aku tak setuju. Harusnya kau bilang, "Kitalah orangnya!".

(catatan pagi, 2011)